Dalam tur fotografi kali ini, saya disuruh menggunakan Nikon D600
dengan lensa 24-70mm. Kamera full frame berbody kecil ini memang sangat
menggoda kalau dilihat seklias dengan spesifikasi yang menggiurkan. Saya
sendiri sebenarnya lebih familiar dengan kamera saya yang dulu (Canon
550D). Meskipun tergolong kamera pemula, saya cukup nyaman dan pede
dengan hasilnya.
Jadi ketika diberitahu bahwa saya akan memakai kamera baru dalam tur kali ini, saya sangat tidak setuju (yang baca tulisan ini pastinya geram juga melihat kebodohan saya ini, antara Canon 550D vs Nikon D600, saya malah memilih Canon 550D)
Alasannya karena saya belum familiar dengan D600 dan waktu yang diberikan untuk belajar hanya kurang dari 2 minggu. Meskipun selalu hadir belasan kali dalam acara Kupas Tuntas Nikon, saya tidak pernah menyimak kelas tersebut berhubung saya bukan pemakai Nikon sebelum ini.
Namun berhubung peserta kali ini semuanya memakai Nikon, maka saya pun ikut saja. Selain itu, untuk alasan meminimalisir barang bawaan karena lensa yang dipakai bisa sharing dengan Enche dan kita juga bisa saling tukar kamera. [Baca packing list untuk tur fotografi Chengdu-Jiuzhaigou]
Sebelum berangkat, saya dibawa ke Ancol untuk test drive (ceileh…. kerennya). Saat itu, tidak ada kendala sama sekali. Saya cuma perlu meyesuaikan diri dengan adanya 2 kenop putar untuk mengubah bukaan dan shutter speed, mempelajari cara penggantian kualitas foto (RAW, JPEG – fine, normal, basic), mode kamera, ISO, tombol kompensasi exposure, dan format memory card. Berbekal pengetahuan ini, saya rasa sudah cukup.
Singkat cerita, kami pun berangkat. Hari pertama kami mengunjungi Giant Panda Breeding Research Base. Saat itu, Enche memakai lensa Sigma 70-200 dan saya memakai lensa Sigma 24-70. Alasan pemilihan seperti ini karena kamera saya memiliki resolusi yang cukup tinggi. Jadi kalau dikrop masih oke hasilnya bila kurang tele (bisa setara dengan hasil D700 lensa 70-200).
Acara potret memotret pun dimulai. Saya kurang puas dengan focal length yang cuma mentok di 70mm. Belum lagi dipakai di body full frame tidak ada crop factornya. Dalam hati ada sedikit penyesalan, mengapa tidak memakai punya saya kamera saya sendiri saja. Dengan suasana hati seperti ini, saya tetap paksain foto. Hal ini berdampak pada hasil foto saya yang tak ada satupun yang “wah”. Kekesalan pun bertambah dan komplain pun meluncur. Hahaha… (childish banget)
Merasakan ketidaksenanganku, Enche pun menyodorkan 70-200 nya untuk saya pakai. Namun, selama lensa itu di tangan saya, panda-pandanya malah sudah bobo. T_T Haiz… sebel banget, udah cape-cape menenteng lensa yang berat, malah ga ada yang bisa difoto. Oleh karena itu, saya balikin lagi lensanya. Eh, tak seberapa lama, ternyata ada red panda yang mendekat. Langsung saja si Enche mengambil beberapa shoot. Saya yang berdiri di samping cuma bisa melongo tanda “shock” dan “depresi”. Lemes dech. Arrrgghhhh Mengapa bisa begitu?
Dari hunting hari pertama ini, saya menyadari bahwa suasana hati sangat mempengaruhi hasil foto dan keinginan untuk foto. Untuk mendapatkan foto yang bagus mutlak diperlukan kesabaran dan menunggu momen yang tepat serta tidak cepat menyerah.
Jadi ketika diberitahu bahwa saya akan memakai kamera baru dalam tur kali ini, saya sangat tidak setuju (yang baca tulisan ini pastinya geram juga melihat kebodohan saya ini, antara Canon 550D vs Nikon D600, saya malah memilih Canon 550D)
Alasannya karena saya belum familiar dengan D600 dan waktu yang diberikan untuk belajar hanya kurang dari 2 minggu. Meskipun selalu hadir belasan kali dalam acara Kupas Tuntas Nikon, saya tidak pernah menyimak kelas tersebut berhubung saya bukan pemakai Nikon sebelum ini.
Namun berhubung peserta kali ini semuanya memakai Nikon, maka saya pun ikut saja. Selain itu, untuk alasan meminimalisir barang bawaan karena lensa yang dipakai bisa sharing dengan Enche dan kita juga bisa saling tukar kamera. [Baca packing list untuk tur fotografi Chengdu-Jiuzhaigou]
Sebelum berangkat, saya dibawa ke Ancol untuk test drive (ceileh…. kerennya). Saat itu, tidak ada kendala sama sekali. Saya cuma perlu meyesuaikan diri dengan adanya 2 kenop putar untuk mengubah bukaan dan shutter speed, mempelajari cara penggantian kualitas foto (RAW, JPEG – fine, normal, basic), mode kamera, ISO, tombol kompensasi exposure, dan format memory card. Berbekal pengetahuan ini, saya rasa sudah cukup.
Singkat cerita, kami pun berangkat. Hari pertama kami mengunjungi Giant Panda Breeding Research Base. Saat itu, Enche memakai lensa Sigma 70-200 dan saya memakai lensa Sigma 24-70. Alasan pemilihan seperti ini karena kamera saya memiliki resolusi yang cukup tinggi. Jadi kalau dikrop masih oke hasilnya bila kurang tele (bisa setara dengan hasil D700 lensa 70-200).
Acara potret memotret pun dimulai. Saya kurang puas dengan focal length yang cuma mentok di 70mm. Belum lagi dipakai di body full frame tidak ada crop factornya. Dalam hati ada sedikit penyesalan, mengapa tidak memakai punya saya kamera saya sendiri saja. Dengan suasana hati seperti ini, saya tetap paksain foto. Hal ini berdampak pada hasil foto saya yang tak ada satupun yang “wah”. Kekesalan pun bertambah dan komplain pun meluncur. Hahaha… (childish banget)
Merasakan ketidaksenanganku, Enche pun menyodorkan 70-200 nya untuk saya pakai. Namun, selama lensa itu di tangan saya, panda-pandanya malah sudah bobo. T_T Haiz… sebel banget, udah cape-cape menenteng lensa yang berat, malah ga ada yang bisa difoto. Oleh karena itu, saya balikin lagi lensanya. Eh, tak seberapa lama, ternyata ada red panda yang mendekat. Langsung saja si Enche mengambil beberapa shoot. Saya yang berdiri di samping cuma bisa melongo tanda “shock” dan “depresi”. Lemes dech. Arrrgghhhh Mengapa bisa begitu?
Dari hunting hari pertama ini, saya menyadari bahwa suasana hati sangat mempengaruhi hasil foto dan keinginan untuk foto. Untuk mendapatkan foto yang bagus mutlak diperlukan kesabaran dan menunggu momen yang tepat serta tidak cepat menyerah.
0 komentar :
Posting Komentar